Ah,
orang Indonesia memang pemalas. Coba lihat di jam kerja
seperti
ini banyak pegawai yang hanya duduk-duduk saja mengobrol dengan teman
sebelahnya. Herannya lagi, hal seperti ini berlangsung setiap saat dari pagi
hingga pagi lagi.
Kita
yang dalam bekerja pun tidak maksimal. Kerja hanya setengah-setengah yang
penting selesai. Etos kerja yang sangat rendah. Datang terlambat, istirahat
molor, pulang duluan. Di kantor pun tak tahu apa yang dikerjakan. Bekerja
dengan sangat cepat bagai kura-kura. Bekerja segan, nganggur pun tak mau.
Meremehkan pekerjaan kita, dan meremehkan masalah yang ada. Terlambat menjadi
nama julukan yang telah meresap ke sendi- sendi.
Kerja
bagi kita hanya berbatas pada uang bukan ambisi atau cita- cita. Tak ada kah
semangat dari dalam diri kita untuk bekerja sepenuh hati mengorbankan, jiwa,
raga, harta, dan waktu demi pekerjan kita?
Pelajar
dan mahasiswa pun sama saja. Kita di kelas yang sibuk bermain hape dan tidak
memperhatikan apa yang dijelaskan. Kita yang belajar hanya semalam sebelum
ujian dan karena ujian,bukan karena mereka ingin tahu. Kita yang mencari
angka-angka dalam selembar kertas dan bukan pengetahuan. Kita yang rela
membolos untuk urusan kita di luar sementara tidak rela masuk untuk menuntut
ilmu.
Begitu pula
kita yang mengerjakan
tugas sehari sebelum
dikumpulkan.
Tidak ada keinginan dan ketertarikan sama sekali dalam diri mereka. Tugas
adalah beban. Itu saja. Dan hasil dari pendidikan semacam ini ya pegawai
semacam itu.
Hukum
pun dianggap sebagai sebuah formalitas dan bukan kesepakatan bersama demi
kebaikan bersama. Kita memakai helm karena takut kena tilang. Menerobos lampu
merah pun tak apa asal jalanan sepi. Polisi pun menilang berdasar tanggal di
kalender.
Tata
tertib dianggap sebagai banyolan. Hukum ada untuk dilanggar menjadi slogan
dimana-mana bahkan di kalangan aparat hukum. Bahkan kalangan terpelajar pun
menjadi golongan anti-sistem.
Andai
orang Indonesia itu memiliki totalitas dalam bekerja dan belajar, tentu negara
ini tidak akan jauh berbeda dari negara- negara Barat dan Amerika. Ah coba kita
seperti mereka.
Benarkah
kita ingin seperti mereka?
Coba
kita lihat. Mereka bekerja keras, dari pagi hingga malam penuh totalitas. Lalu
siapa yang mengurus anak-anak mereka jika pagi hingga malam mereka bekerja?
Lalu untuk apa suami istri tinggal serumah jika tidak pernah bertemu? Lalu
untuk apa keluarga?
Mereka
membangun rumah-rumah indah untuk pembantu mereka
Mereka
melahirkan putra-putri mereka untuk diasuh oleh sekolah.
Itu
biasa saja sebenarnya, tapi apakah kita memang ingin demikian?
Mereka
bekerja sangat keras. Belajar dengan penuh pengorbanan. Menaati aturan dengan
kaku. Stress mejadi makanan sehari-hari mereka. Masalah menebabkan mereka bunuh
diri. Dan hari libur mereka habiskan untuk mabuk-mabukan melepaskan segala
masalah yang hinggap dikepala mereka. Mereka yang menjalani hidup seperti
dikejar setan. Hidup mereka dihabiskan untuk masalah-masalah yang mereka
besar-besarkan sendiri. Sedangkan kita melihat masalah hanya sebagai lalat
terbang di antara indahnya pemandangan alam dengan usus yang panjang. Benarkah
kita ingin seperti mereka itu?
Meyer
Friedman berkata bahwa mereka orang tipe A, kita tipe B. Mereka hidup untuk
bekerja. Kita hidup untuk menikmatinya. Lalu kamu hidup untuk apa? Jadi orang
pragmatis emang lebih enak daripada jadi orang perfeksionis.
Berawal
dari obrolan saya dan teman-teman ketika mengerjakan tugas tentang Indonesia
ini nantinya jadi seperti apa. Salah seorang teman saya pernah berkata bahwa di
masa depan, orang-orang di dunia ini akan menjadi seperti orang Amerika semua.
Mungkin
benar juga. Lihat saja seringkali kita berusaha meniru sifat kerja keras mereka
dan hampir segala tingkah lakunya. Aneh juga padahal konon katanya kita
membenci mereka namun kita meniru mereka.
Terlepas
dari itu semua saya salut pada etos dan semangat mereka dalam bekerja yang saya
rasa bangsa kita telah jauh tertinggal. Namun hanya saja saya percaya bahwa
segala sesuatu memiliki sisi baik dan buruk.
Mungkin
orang Indonesia kurang piawai dalam bekerja, namun saya yakin kita memiliki
sesuatu yang tidak mereka miliki. Teringat cerita dosen saya dalam kuliah
antropologi bagaimana temannya yang notabene adalah orang asing tidak habis
pikir melihat dosen saya tersebut santai melihat kaki anaknya yang diperba karena
terkilir sewaktu bermain futsal.
Saya
pikir orang asing memang perfeksionis dalam bekerja namun karena sifat mereka
itulah mereka jadi mudah stress. Lalu saya dan teman-teman saya berandai-andai
bagaimana jika orang Indonesia nantinya jadi seperti itu semua.
Tidak
mau, ah. Nanti kita jadi tidak bisa santai-santai gini waktu ngerjain tugas dan
hidup tidak lagi menjadi indah. Hehe..
Halu
ReplyDelete